Aksi Teror OPM: Warga Sipil Papua Resah Hadapi Penghadangan dan Pembegalan

banner 120x600
banner 468x60

Kelompok bersenjata yang tergabung dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menunjukkan aksi-aksi yang mengancam keselamatan masyarakat sipil di sejumlah wilayah Papua. Tindakan penghadangan dan pembegalan terhadap warga sipil yang sedang melakukan aktivitas sehari-hari kian marak terjadi, dan menimbulkan ketakutan mendalam di kalangan masyarakat, khususnya mereka yang tinggal di daerah-daerah terpencil dan sulit dijangkau aparat keamanan.

Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai laporan dari warga dan tokoh masyarakat menunjukkan bahwa kelompok OPM kerap menghentikan kendaraan warga di jalan-jalan kampung maupun jalur penghubung antar distrik. Dalam aksi tersebut, mereka merampas barang-barang milik warga, mulai dari bahan makanan, uang tunai, hasil kebun, hingga kendaraan bermotor. Tak jarang, aksi tersebut disertai dengan ancaman kekerasan fisik jika warga menolak memberikan barang miliknya.

banner 325x300

Menurut keterangan warga Kampung Geselema, Kabupaten Nduga, kelompok OPM secara terang-terangan menghadang sejumlah warga yang tengah kembali dari pasar tradisional. Mereka memaksa warga menyerahkan barang belanjaan, ponsel, dan uang hasil penjualan tanpa memberi alasan jelas, selain mengklaim bahwa itu adalah “bantuan untuk perjuangan”.

“Kami takut bicara. Mereka bawa senjata, kalau tidak kasih, bisa dipukul atau ditembak. Kami ini cuma rakyat kecil, mau cari makan saja susah,” ujar seorang ibu rumah tangga yang menjadi korban, dengan suara bergetar, Kamis (17/4/2025).

Kejadian serupa juga dilaporkan terjadi di Distrik Sugapa, Intan Jaya, di mana sekelompok orang bersenjata menghentikan kendaraan pengangkut hasil kebun warga, kemudian membawa lari semua muatan dan meninggalkan sopir dalam kondisi trauma berat.

Aksi pembegalan dan penghadangan ini memberikan dampak serius terhadap aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Warga yang hendak menjual hasil tani atau membeli kebutuhan pokok kini merasa takut untuk bepergian. Transportasi antarkampung menjadi lumpuh, dan harga bahan pokok di sejumlah wilayah melonjak akibat gangguan distribusi barang.

“Sudah beberapa minggu warga tidak bisa ke pasar. Barang-barang langka, harga naik dua kali lipat. Ini menyulitkan semua orang, terutama anak-anak dan orang tua,” kata kepala kampung di wilayah Yahukimo.

Selain itu, aksi-aksi ini juga menyebabkan trauma psikologis yang mendalam, terutama bagi perempuan dan anak-anak yang menjadi saksi langsung aksi intimidasi dan kekerasan.

Para tokoh masyarakat dan pemuka adat di Papua mengecam keras aksi-aksi OPM yang semakin meresahkan dan tidak manusiawi. Mereka menilai bahwa tindakan tersebut sama sekali tidak mencerminkan perjuangan, melainkan bentuk kriminalitas yang merugikan rakyat Papua sendiri.

Tokoh adat dari Pegunungan Bintang, Yance Kogoya, menyatakan bahwa kelompok OPM telah menyimpang jauh dari narasi perjuangan yang mereka klaim selama ini.

“Kalau mereka benar membela rakyat, mengapa rakyat sendiri yang jadi korban? Ini bukan perjuangan, ini perampokan,” ujarnya tegas.

Yance juga menyerukan agar masyarakat yang masih bergabung atau mendukung kelompok OPM untuk membuka mata dan melihat kenyataan bahwa tindakan mereka tidak membawa manfaat, justru membawa penderitaan.

Aksi penghadangan dan pembegalan oleh kelompok OPM merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak-hak sipil dan kemanusiaan. Tindakan ini tidak hanya merusak citra perjuangan yang diklaim kelompok tersebut, tetapi juga secara langsung memiskinkan dan menyengsarakan rakyat Papua. Saatnya seluruh elemen masyarakat bersatu menjaga kedamaian, menolak kekerasan, dan bersama-sama membangun Papua yang lebih aman, adil, dan sejahtera.

banner 325x300