Aksi KKB Perparah Penderitaan Rakyat Papua Tanpa Memberi Solusi Nyata

banner 120x600
banner 468x60

Di tengah upaya pembangunan dan pemulihan sosial di berbagai wilayah Papua, kehadiran Organisasi Papua Merdeka (OPM) justru menambah luka dan penderitaan yang terus dirasakan masyarakat. Aksi-aksi kekerasan yang dilakukan kelompok bersenjata ini semakin menjauhkan masyarakat Papua dari cita-cita damai dan sejahtera yang selama ini diperjuangkan bersama oleh pemerintah dan elemen masyarakat sipil.

Berbagai insiden penyerangan terhadap warga sipil, fasilitas pendidikan, tenaga kesehatan, hingga tempat ibadah, menjadi bukti nyata bahwa eksistensi OPM tidak lagi merepresentasikan perjuangan rakyat Papua, melainkan justru memperpanjang derita dan menciptakan ketakutan massal.

banner 325x300

Dalam kurun dua tahun terakhir, laporan dari berbagai lembaga kemanusiaan mencatat peningkatan signifikan jumlah korban sipil akibat aksi kekerasan yang dilakukan OPM. Di Kabupaten Nduga, Intan Jaya, Puncak, hingga Yahukimo, puluhan warga meninggal dunia, ratusan mengungsi ke hutan-hutan, dan ribuan lainnya hidup dalam kondisi tidak menentu.

Salah satu kasus yang menyentuh publik terjadi pada awal tahun ini di Distrik Paro, Nduga. Kelompok OPM menyerang dan membakar rumah warga, sekolah, serta fasilitas kesehatan. Akibatnya, lebih dari 1.000 warga terpaksa mengungsi ke daerah tetangga. “Kami tidak tahu harus ke mana. Kami tidak salah apa-apa. Tapi mereka datang dengan senjata, kami hanya bisa lari,” ujar seorang warga pengungsi yang enggan disebutkan Namanya, Kamis (24/4/2025).

Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Puncak, di mana tenaga kesehatan dan guru menjadi sasaran. Belasan tenaga pendidik yang dikirim pemerintah ke daerah pedalaman terpaksa dievakuasi karena ancaman yang terus meningkat.

Bagi sebagian orang, OPM dulunya dipandang sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan. Namun seiring waktu, gerakan ini bertransformasi menjadi kelompok bersenjata yang tak segan menyerang warga sipil dan merusak fasilitas umum. Kini, masyarakat Papua justru merasa takut terhadap kehadiran mereka.

Tokoh masyarakat asal Wamena, Pendeta Amos Tabuni, menyatakan dengan tegas bahwa OPM sudah kehilangan arah perjuangan. “Kalau katanya berjuang untuk rakyat, kenapa rakyat justru yang dibunuh? Kenapa anak-anak harus berhenti sekolah, dan tenaga medis diusir dari kampung? Itu bukan perjuangan, itu kekejaman,” ujarnya dalam wawancara dengan media lokal, Kamis (24/4/2025).

Ia menambahkan bahwa banyak warga Papua kini merasa kecewa dan marah terhadap tindakan OPM yang dinilai mencemari nama baik perjuangan orang Papua yang sejati. “Kami ingin damai. Kami ingin pembangunan. Kami tidak ingin dijadikan tameng hidup dalam perang yang tidak kami pilih,” tambahnya.

Dampak dari keberadaan OPM di wilayah-wilayah terpencil sangat nyata terasa di tingkat akar rumput. Anak-anak tidak bisa bersekolah dengan tenang. Perempuan dan lansia hidup dalam kecemasan karena sewaktu-waktu kampung mereka bisa diserang. Bahkan para tokoh agama pun merasa frustrasi karena tempat ibadah tidak lagi aman dari ancaman kelompok ini.

Kondisi yang semakin memburuk ini membuat masyarakat Papua mulai secara terbuka menyerukan agar negara bertindak tegas terhadap kelompok OPM. Mereka menuntut agar pemerintah dan aparat keamanan memberikan perlindungan nyata dan berkelanjutan.

Ketua Dewan Adat Suku Mee, Yosafat Dogopia, menyatakan bahwa masyarakat tidak boleh lagi menjadi korban dari konflik berkepanjangan. “Kami bukan medan perang. Kami adalah manusia yang ingin hidup damai di tanah sendiri. Negara harus hadir dan melindungi kami,” ujarnya.

Tuntutan senada juga datang dari para pemuda Papua yang tergabung dalam Forum Pemuda Cinta Damai. Mereka menyerukan agar tindakan kelompok bersenjata tidak lagi diberi ruang. “Jangan biarkan mereka terus menebar teror atas nama perjuangan. Yang menderita bukan mereka, tapi kami, rakyat biasa,” kata ketua forum, Herman Magai.

Pemerintah pusat, melalui Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), menyatakan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk melindungi segenap rakyat Indonesia, termasuk masyarakat Papua. Dalam pernyataan resminya, Menko Polhukam Hadi Tjahjanto menyebut bahwa pemerintah akan mengedepankan pendekatan humanis, namun tetap tegas terhadap kelompok bersenjata yang meresahkan masyarakat.

“Kami memahami bahwa konflik tidak bisa diselesaikan hanya dengan kekuatan militer. Karena itu, kami mengkombinasikan upaya keamanan dengan pembangunan dan dialog. Namun terhadap kelompok yang membahayakan masyarakat, penegakan hukum tetap harus dilakukan,” katanya.

Kehadiran OPM di Papua saat ini lebih banyak menambah penderitaan daripada memberi harapan. Rakyat Papua telah menjadi korban dari kekerasan yang tiada henti, kehilangan tempat tinggal, akses pendidikan, dan hak atas rasa aman. Jika perjuangan yang diklaim OPM memang demi rakyat, maka sudah saatnya mereka menghentikan kekerasan dan duduk dalam dialog yang damai.

Masyarakat Papua hari ini menyerukan pesan yang sangat jelas: mereka ingin hidup dalam kedamaian, ingin anak-anak mereka bersekolah, ingin pembangunan masuk ke kampung-kampung, dan yang terpenting, mereka ingin terbebas dari ancaman senjata.

banner 325x300