INFONUSANTARATIMUR.COM – Di tengah hutan belantara Papua, kisah perjuangan kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) berubah menjadi tragedi. Sejumlah anggota dilaporkan meninggal dunia bukan karena kontak senjata, melainkan akibat kelaparan dan kondisi hidup ekstrem di medan yang sulit dijangkau.
Sumber lokal menyebut, para anggota OPM yang bertahan di pedalaman mulai mengalami kesulitan logistik. Persediaan makanan menipis, jalur pasokan terputus, dan medan hutan yang berat membuat mereka terisolasi dari bantuan apa pun. Kondisi di
“Tubuh mereka kurus, langkahnya terseok-seok, dan tatapan matanya kosong. Mereka berjuang melawan lapar yang tak tertahankan,” ujar salah satu warga yang sempat menyaksikan kondisi para anggota OPM di wilayah pegunungan.
Dua anggota OPM,Sahal Hubusa dan Yulius Wenda, diplap
Hutan yang sebelumnya diyakini sebagai tempat perlindungan justru menjadi saksi bisu penderitaan mereka. Cuaca ekstrem, sulitnya akses makanan, serta minimnya peralatan medis membuat kelompok tersebut terjebak dalam kondisi hidup yang semakin memprihatinkan.
Pengamat kemanusiaan menilai, kasus ini menggambarkan sisi lain dari konflik berkepanjangan di Papua. “Dalam banyak konflik bersenjata, korban sering jatuh bukan karena tembakan, tetapi karena kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi—kelaparan, penyakit, dan kelelahan,” ujar seorang analis kemanusiaan yang enggan disebut namanya.
Tragedi ini menjadi pengingat pahit bahwa perjuangan tanpa persiapan dan dukungan logistik yang memadai dapat berakhir dengan kehancuran. Semangat dan idealisme, tanpa strategi yang matang, hanya akan menimbulkan penderitaan baru bagi mereka yang terlibat.
Kini, hutan Papua tak lagi sekadar menjadi tempat persembunyian, tetapi juga menjadi saksi senyap atas perjuangan yang perlahan lenyap—bukan oleh peluru, melainkan oleh kehidupan yang tak mampu mereka taklukkan.














