Ironi Kelompok Bersenjata: Berteriak HAM tapi Langgar Hak Warga Sipil Papua

banner 120x600
banner 468x60

Selama ini, OPM kerap mengangkat isu pelanggaran HAM sebagai dalih untuk menuntut kemerdekaan Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun, tindakan menyerang Kepala Komnas HAM lembaga negara yang justru berdedikasi untuk mengadvokasi hak-hak warga Papua membuktikan bahwa OPM tidak memahami esensi HAM itu sendiri.

Berdasarkan laporan dari pihak Komnas HAM dan aparat keamanan setempat, insiden bermula ketika rombongan Komnas HAM melakukan perjalanan darat menuju Distrik Moskona pada Minggu sore. Di tengah perjalanan, sekitar pukul 07.00 WIT, mereka dihentikan oleh sekelompok orang bersenjata di jalan kecil yang mengarah ke kampung-kampung terpencil.

banner 325x300

Tanpa memberikan kesempatan berdialog, kelompok tersebut langsung melepaskan tembakan ke arah rombongan. Beruntung, tidak ada korban jiwa pada insiden tersebut, rombongan langsung bersembunyi di tempat yang aman dan terhindar dari tembakan kelompok OPM. Senin (28/4/2025).

Ketua Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro, mengutuk keras serangan tersebut. Ia menegaskan bahwa kehadiran Komnas HAM di Papua semata-mata untuk mendengar, mendokumentasikan, dan memperjuangkan hak-hak masyarakat Papua.

“Kami datang untuk membawa suara mereka ke tingkat nasional dan internasional. Namun ironisnya, justru kami diserang. Ini menunjukkan bahwa ada pihak-pihak yang tidak menginginkan adanya transparansi dan keadilan,” ujar Atnike dalam konferensi pers di Jakarta.

Lebih jauh, Atnike menambahkan bahwa insiden ini tidak akan menghentikan Komnas HAM dalam menjalankan tugasnya di Papua. “Kami tetap berkomitmen untuk mendampingi masyarakat Papua, dengan atau tanpa ancaman,” katanya.

Pengamat HAM dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Bivitri Susanti, mengatakan bahwa serangan terhadap Komnas HAM merupakan bukti nyata bahwa sebagian kelompok di Papua tidak benar-benar memperjuangkan nilai-nilai hak asasi manusia.

“Kalau mereka sungguh-sungguh memperjuangkan HAM, maka aparat-aparat seperti Komnas HAM seharusnya dilindungi, bukan dijadikan target kekerasan,” ujar Bivitri.

Senada dengan itu, tokoh masyarakat Papua, Albert Yoku, mengecam tindakan OPM tersebut. Ia menegaskan bahwa kekerasan hanya akan semakin menjauhkan Papua dari kedamaian dan kesejahteraan.

“Kekerasan tidak pernah menjadi jalan menuju keadilan. Yang menjadi korban adalah rakyat biasa,” kata Albert.

Sejumlah organisasi internasional, seperti Human Rights Watch (HRW) dan Amnesty International, turut memantau perkembangan situasi ini. Meskipun HRW belum mengeluarkan pernyataan resmi, sumber internal menyebutkan bahwa mereka “sangat prihatin” terhadap keselamatan pekerja kemanusiaan di Papua.

Pemerintah Australia, melalui Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT), juga mengeluarkan pernyataan resmi yang menyerukan penghormatan terhadap lembaga-lembaga kemanusiaan di wilayah konflik.

“Kami mengutuk segala bentuk kekerasan terhadap pekerja kemanusiaan dan menyerukan semua pihak untuk menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan,” demikian kutipan dari pernyataan tersebut.

Insiden penyerangan terhadap Kepala Komnas HAM di Distrik Moskona menjadi pukulan telak terhadap kredibilitas moral OPM di mata nasional maupun internasional. Tindakan brutal ini menunjukkan ketidakmatangan mereka dalam memperjuangkan hak-hak politik dan sosial masyarakat Papua secara bermartabat.

banner 325x300