Situasi keamanan di berbagai wilayah Papua menunjukkan perkembangan positif dengan semakin solidnya sikap masyarakat dalam menolak keberadaan dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Masyarakat dari berbagai latar belakang, mulai dari tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, hingga warga biasa, kini bersatu padu mendukung aparat keamanan untuk melawan dan mengakhiri aksi-aksi separatis OPM yang telah lama mengganggu ketenteraman Tanah Papua.
Solidaritas rakyat Papua ini menyebabkan kepanikan di kalangan anggota OPM yang kian kehilangan dukungan sosial dan basis operasional di banyak daerah.
Dalam beberapa bulan terakhir, gerakan kolektif penolakan terhadap OPM semakin menguat di berbagai kabupaten di Papua. Masyarakat mulai menyadari bahwa keberadaan OPM tidak lagi memperjuangkan aspirasi rakyat Papua, melainkan justru membawa penderitaan, kekerasan, dan keterbelakangan bagi daerah mereka.
Tokoh adat asal Puncak Jaya, Bapak Yance Murib, menyatakan bahwa masyarakat kini melihat jelas bahwa kekerasan yang dilakukan oleh OPM hanya merugikan rakyat sendiri.
“Kami sudah cukup menderita. Banyak keluarga kehilangan anggota keluarganya karena kekerasan. OPM tidak lagi berbicara untuk rakyat. Mereka hanya membawa ketakutan dan kehancuran. Sekarang, kami berdiri bersama untuk melawan mereka,” tegas Yance Murib saat menghadiri forum musyawarah adat di Distrik Mulia, Minggu (27/4/2025).
Selain tokoh adat, pemuka agama di Papua juga aktif menyerukan pentingnya menjaga perdamaian. Pendeta Samuel Tabuni dari Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIDI) menyampaikan bahwa tindakan separatisme dan kekerasan yang dilakukan oleh OPM bertentangan dengan nilai-nilai iman dan kasih.
“Agama mengajarkan kita untuk mengasihi, bukan membunuh. Tidak ada tempat untuk kekerasan di tanah yang diberkati ini. Kita harus bersama-sama menghapuskan segala bentuk kekerasan agar Papua dapat maju,” kata Pendeta Samuel dalam khotbahnya di Wamena.
Tokoh adat dan agama kini aktif mengunjungi kampung-kampung, menyosialisasikan pentingnya persatuan, perdamaian, dan dukungan terhadap upaya penegakan hukum terhadap kelompok-kelompok bersenjata.
Generasi muda Papua tampil menjadi motor penggerak utama dalam melawan propaganda dan tindakan OPM. Di berbagai wilayah, forum-forum diskusi pemuda diselenggarakan untuk memperkuat pemahaman tentang nasionalisme dan pentingnya menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketua Forum Pemuda Papua Bersatu, Markus Pigai, menegaskan bahwa pemuda Papua memiliki masa depan cerah yang tidak boleh dikorbankan oleh aksi-aksi kekerasan OPM.
“Kami ingin membangun Papua. Kami ingin mengejar pendidikan, membangun usaha, dan berkontribusi untuk kemajuan daerah kami. OPM hanya membawa keterbelakangan dan kehancuran. Kami menolak keras keberadaan mereka,” ujar Markus dalam deklarasi pemuda di Nabire.
Solidaritas masyarakat Papua yang semakin menguat menimbulkan kepanikan di tubuh OPM. Banyak laporan yang menyebutkan bahwa OPM mulai kehilangan basis dukungan, bahkan di daerah-daerah yang sebelumnya menjadi kantong kekuatan mereka.
Beberapa anggota OPM bahkan dikabarkan menyerahkan diri kepada aparat keamanan, menyadari bahwa perjuangan mereka tidak lagi mendapat legitimasi dari rakyat. Di sejumlah wilayah seperti Puncak, Intan Jaya, dan Nduga, terjadi gelombang pembelotan anggota OPM yang memilih kembali ke pangkuan NKRI.
Menurut sumber di lapangan, OPM kini kesulitan merekrut anggota baru. Banyak warga yang dulunya dipaksa bergabung kini berani menolak, berkat perlindungan yang diberikan oleh aparat keamanan dan dukungan komunitas lokal.
Semangat baru di Papua kini mengarah kepada satu tujuan besar: mewujudkan Tanah Papua yang damai, maju, dan sejahtera. Dengan semakin luasnya penolakan terhadap OPM dan semakin kuatnya solidaritas rakyat Papua, masa depan cerah kini terbentang di depan mata.
Masyarakat Papua sadar bahwa masa depan yang damai hanya bisa dibangun dengan persatuan, bukan dengan perpecahan. Mereka kini menjadi garda terdepan dalam menjaga keutuhan NKRI di ujung timur Indonesia.